Posts

Showing posts from 2022

Praduga

Image
  menghadap jendela setiap sudut para pekerja, mengukir mimpinya. membawa bekal sejuta harapan, menitipkan salam pada pengendali malam dan siang. kita berjuang pada apa yang sudah ditakdirkan. pada ruang-ruang bergema, pada redup lampu teras rumah. pulang dengan sejuta senyum penunggu rumah. anak, istri dan nasib dipertaruhkan. nyawa demi nyawa, liku demi luka. tak pedulikan waktu bergerak maju nantinya, sepi akan menggerogoti diri. obrolan pasi, komunikasi yang tak lagi dua arah. berasumsi pada praduga yang menyelimuti diri. mengambil kesimpulan sendiri, kita hanya arah mata angin yang tak lagi searah. bersatu pada jalan yang berlawanan. kau dengan mimpimu, aku dengan mimpiku. aku mampu menyemangati diriku sendiri sejak dulu, pada segala yang coba menjatuhkanku. keberadaanku menyulitkanmu, tidak. aku hanya sedang merangkai mimpi yang ada dikepalaku. menaiki tangga satu demi satu kita tidak bisa merubah seseorang, kita tidak bisa menuntun seseorang. kita cuma bisa membenarkan langkahny

pelik lelaki itu

Image
  kecemasan yang tak kunjung jua bersua, saat retak menjadi kalut. dan perbincangan soal kata sudah, terjadi. pemakaman penuh luka dan bunga kamboja. Akhir dari kisah yang mengingatkan-ku, bahwa waktu terakhir itu kau pun tak mengingat apapun tentangku. semoga kelak terbentang jalan dihadapan, hingga aku bisa menitipkan kenangan pada tiap persimpangan. sampai hilang luka saat berusaha melupakan. sepasang asing yang enggan bergeming. berusaha tuk saling menyembuhkan, luka lalu yang perlu diperban. Tuhan maha baik, akan mempertemukan seseorang yang mampu menerima dengan sejuta peluk. pada lelaki penuh pelik hamparan kenangan, doa-doa yang tidak pernah diaminkan. pahit yang kurasa hanya sendiri, berjuang pada apa yang pada akhirnya pasti akan terjadi. ternyata benar, cinta adalah seni mematahkan hatimu sendiri.  mugkin akhirnya akan begini; aku tak ingin lagi memilikimu hanya karena aku tidak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya. kau serupa puisi yang tak membiarkanku sendiri mungkin esok

Berhenti mencari arti

Sudah, aku rasa sudah. Saat lelahku sudah dipenghujung payah. Kekuatan melemah, aku mengunci diri pada segala yang menyakitkan. Kau kembali patahkan semangat, aku putuskan untuk berhenti dari segala sedu sedan. Biar, pekerjaan menungguku. Kuliah, memanggilku. Kebutuhan, merengkuhku. Segala yang ku rasa percuma. Aku ingin pergi yang sangat jauh, tuk mengistirahatkan tenang  Sial, segera beri aku alasan untuk benar-benar pergi. Apa aku terlalu bodoh untuk terus menerimamu jika kembali. Meminta maaf berulang kali, berlutut dihadapanmu tuk tidak pergi. Saat ku baca pesan seseorang memanggilmu seolah kau miliknya dan aku masih mampu menerima. Entah, luka segimana lagi yang perlu ku maafkan Berjuang sepayah ini, berusaha sekuat itu. Tuk segala senyum yang ku pertaruhkan segala diri. Memang bukan aku yang kamu cari. Kau baik-baik saja selepas kehilangan, aku berantakan. Aku tak mau mendengar kabar apapun darimu. Aku harap kau lekas bahagia, seterusnya Bahagiamu mungkin tak saling memberi kaba

Negeri khayalan

Semua bersorak merayakan kehilangan Seseorang disudut halaman murung Meratapi kekalahan perjalanan Negeri yang diciptakan; dengan tangannya sendiri Perlahan, demi perlahan runtuh  Oleh takdir yang dirasa sangat jauh Rekam-rekaman dikepala mengenai kita Hari yang ku harap berputar ke belakang Obrolan dengan tatapan Dahi yang berkerut saling melempar candaan Kau tau aku tak bisa bercipta udara tuk memenuhi ruang kita Ketika sekumpulan batu ke arahku memenuhi pundak jua Duri yang ku seka pada dalam tulang duka Nyala api pada matamu yang buatku luka Tersesat pada lini yang ku rasa hampa, Kisah yang sekarang hanya ada kata tanpa kita Kau ingat saat aku bercerita bahwa begitu berat beban menimpa Lagi, dan berulang kali Menghantam ku habis, hingga tangis tak mampu lagi ku seka Deras ombak, dan badai kita berbeda Kau punya cemasmu, aku jua Aku lelah memelas, pada kasihmu Biarkan luka mengering sendiri

Seperti hujan yang tanpa henti

 Diselasar, sepanjang pilu Merebah sejuta pelik yang memekik Bergetarnya dingin dari sela tubuh pria itu Meringkuk nanar, mata berbinar Hujan terus mengguyur,  Trotoar penuh marah, sedu sedan penuh kita Matahari enggan menoleh pada kenyataan Riuh bising pria kesepian Ketakutan menjadi kekuatan Tuk merubah takdir; sang maha besar Ketulusan hanya tuk yang mampu menerima kehilangan dan langkah kepergian tak terdengar Hanya samar-samar gemuruh hujan, Silih dan terus berganti turun Pada kota yang kehilangan nama akal terkuras, rindu memelas pria yang tanpa arah,  Hanya butuh waktu untuk tumbuh , pada tiap-tiap diam Pada perjalanan panjang singkat Pada lekuk terjal takdir aku benci membunuh mimpiku sendiri Dalam kepala aku istirahatkan semua kata sementara hilang, tuk kelak dapat kembali tegak

Kota yang selalu hujan

Image
  Langkah pergi seorang lelaki terdengar dengan gemercik hujan yang hanya turun pada kepalanya. Terlihat lelaki begitu kehujanan, tak ingin melihat kemarau lagi. Berteduh pada ujung takdir bahwa rindu dan kehilangan adalah gambaran kejadian masa silam. Suara kepergian yang sama samarnya. Nyaru dengan deras hujan pada balik mata lebam Lingkar kelopak hitam yang tak bisa disembunyikan, tiap harinya untuk berpikir akan bagaimana kehidupan kedepan. Menata ulang, memastikan takdir yang seringkali mencipta kehampaan kosong, merapihkan gudang pelataran agar kembali tumbuh dengan banyak buah buahan, bermuara pada dermaga tak berujung. Sepi ini hanya untuk lelaki itu Dengan segala tuntutan yang tidak punya kepastian, bahwa berakhirnya hidup akan terjadi kapan? Arah ini sudah semakin tak beraturan. Biarkan aku menjadi diriku yang dulu, yang penuh bebas. Katanya, kita semakin menerka beberapa waktu yang akan terjadi. Semakin rindu pada apa yang sudah hilang, semakin menyiksa.  Lelaki pun meringku

Sunyi nyaring

Image
  Anak burung berbisik cemerlang. Mengudara penaka besok akan hilang. Saling berbalas sautan, ketika kepergian ibu pada sangkar adalah ketakutan paling akut. Pada langit ia terbang, pada laut saling berbincang. Tentang perihal kesan manis yang enggan dilupakan. Berpegangan pada turunnya bintang. Bercerita bahwa lusa dan seterusnya adalah hari hari penuh ketakutan Rindunya ingin terbang terpaksa dimatikan, olehnya padanya burung lain yang memabukkan. Betina enggan kembali menemani berbincang, ketika luka merah lebam tak dibalut apapun. Merah merekah, seolah nyeri sudah menjadi makanan sehari-hari.  Tanpa dan tak ingin ketahuan, ia balut lukanya sendiri. Sayap-sayap yang tak bisa kemanapun, berdiam pada sangkar sepi pahit berdahaga. Kicauan yang tak lagi indah, paruh, mata, hati yang selalu berdetak satu demi detik enggan berputar seolah kehilangan diri Semua berdatangan seperti peduli, hanya untuk mencari tahu ada apa dan bagaimana kelanjutannya. Katanya biarkan ku lepas merpatiku pada

Meluapkan (melupakan)

Image
  Begitu cepat rasamu hilang, pada lorong-lorong sunyi. Pada gelap ruang relung hati. Baik-baik saja. kan? Kesepian ini milikku, nyala lilin pada kembang api sabtu pagi. Semua merayakan kepergian. Kepedihan, nasib buruk pada pedati yang lelah mencari arti. Teng, teng, teng. bunyi penjaga yang terjaga sepertiga malam. Menandakan malam akan kehilangan cahaya. Aku hanyalah sepi kabut pagi yang kehilangan warnanya. Aku bahkan tak menduga kau benar pergi. Tapi sekarang ku meyakini bahwa kepergian yang tanpa permisi lebih menyakitkan. Tuhan, bisakah ku memutar waktu sebentar? Sepayah ini merasa kehilangan. Ku ingin pada waktu kemarin, yang tak mengenal lelah dan patah. Dan tak pernah bertemu kamu.  Nanti pagi, ku harap kau datang menyemangati lagi. Hari ini aku ujian akhir. Dan ku harap kau hadir sebagai jawaban atas pertanyaan yang tak pernah selesai. Sedari awal, kau memaksaku untuk meneruskan ini, aku ingin berhenti. Kau tetap memaksa, katamu tidak apa tak mendapatkan nilai bagus. Yang pe

Berharap kembali— pada kota yang kehilangan makna

Image
  Ku harap kau dapat pulang pada rumahku yang sudah ku rapihkan, kembali mengisi kosong hari-hari dan sunyi nyala TV. Pada apa yang diupayakan kelak, aku kalah telak. Benar, waktu beranjak, jam terus bergerak. Namun, aku tetap pada tempatku awal. Menunggu hadir langit yang datang mengisi bumi. Riuhmu datang berbarengan, tak kala rindu dapat tersampaikan. Sampai kapan kau terdiam? Kalau hujan tak henti hentinya menyiram. Aku emperan teras yang teduh, hujan tak juga membuat basah. Hanya meradang, ketika kota demam. Mencari puing-puing sisa harapan pemilik takdir masa silam. Aku seringkali berteduh pada atap atap nanar, terkena hujan pada ketidaksiapan takdir. Akankah harapan kembali hadir dalam perbaikan cepat dan tanggap?  Kau ingat malam itu aku terdiam? Aku tenggelam pada matamu yang api. Entah, redaku bisa memadamkan nya atau tidak. Saling melupa adalah upaya ku untuk jauh dari luka, tanpa perlu mengapa dan bagaimana. Biar, duka luruh pada masing-masing mata kita.  Kota kedinginan, p

Lelah

Image
Terimakasih ya Tuhan, sudah memberikan sakit. Aku bisa istirahat. Beberapa waktu, untuk kembali lagi pada aku yang lebih kuat. Matahari tenggelam, tak kala aku terbaring menatapinya. Langit sore yang indah, merengkuh malam. Pesona gemerlap bintang menghiasinya dan tersenyum. Aku lupa, aku menitip rinduku pada langit. Semoga lekas sampai, padamu. rinduku baju rombeng, yang pengemis kenakan, lusuh, tanpa arah. Layu, tanpa rengkuh. Tak berwarna. Kelam, seperti nasib pengemis ditengah malam. di ujung langit sangat merah. ia tidak sedang marah, ia hanya menampakkan sisi lainnya. Aku lupa bahagia Aku sadar, bahwa yang bisa menenangkan ya diri sendiri. Yang bisa menyembuhkan pun sama, tak ada. Tak ada, sekalipun seseorang lain menjemputku untuk menggenggam saling membasuh luka. Karena aku sudah sangat payah. Ada sosokku yang hilang, pada semesta yang ku ciptakan. dia kehilangan dan tak tau arah pulang. Mungkin tak akan kembali.  Sakit dan lelah ini yang diciptakan Tuhan, adalah cara lain untu

selesai sudah.

Image
mungkin malam ini yang terakhir, berhenti meminta ruang. berat aku melepas, bagaimana langkah terbaik melanjutkan. aku memang tercipta untuk berantakan. tiap sentuh sederhana yang tak pernah gagal menyembuhkan. kenyataan ini menakutkan. berbahagialah kamu, betapa aku senang melihatmu sebahagia itu. betapa bahagia nya aku saat melihatmu sudah tak lagi denganku. betapa gagalnya aku untuk bisa memberikan senang disetiap waktu. betapa gagalnya aku, menyusun langkah-langkah kecil menapaki kehidupan. semoga bahagiamu tak sekadar itu, tersenyumlah selamanya dan setangguh itu. biarlah lepas emas dari genggaman, asal tidak kau yang hilang dari hati ini. dahulu, pelukmu itu menguatkan. maka demi pelukmu itulah aku berjuang. sekarang dan selamanya, akulah lelaki penuh payah. yang tak sempat membahagiakanmu sampai ku peras peluh, sampai ku dayung kayuh. sampai kaki meronta tak karuan. caramu meninggalkan, sama dengan caranya ibu burung yang meninggalkan sangkar. kehilanganmu adalah doa yang tidak

gamang.

Image
  kekacauan merapat tak sempat mencari senang panas dan terik ku sambangi kicau dan lantang ku dengar mencari libur untuk pergi ke lautan kau lautan, aku seorang nelayan  mencari ikan tak ku temukan sudut dan bebatuan kau sebuah hamparan, samar tanpa terdengar langkah pergi membunuh seorang pemimpi, dayung-dayung kata nelayan yang kehabisan tenaga perahunya terkoyah, mimpinya terombang-ambing ditengah lautan nelayan itu kalah terhempas ombak, badai, pasang namun laut, juga enggan berbicara

Tenggelam

Image
Segala mimpi atas janji menentukan rumah yang akan disinggahi segalanya luruh menguras segala peluh. ketika jalanan tak lagi menerima ramah. Akal sang penentu takdir tak bisa dikuasai. Tangan dan kaki gemetar, menunggu kabar dari para pengirim surat. Adakah kabar baik dipenutup pagi. Tentang rasa yang tak kunjung berhenti, seberapa jauh memilih untuk pergi. Pulang akan selalu sama tidak; rumah ini tak menerima baik, kau membiarkanku pergi disaat lelah sudah ku peras abis. atas dasar tujuan dan sebuah hipotesis. kau biarkan aku mengemis, pada apa yang sudah diakhiri. Kau begitu mahir menyembunyikan kata, aku yang tak pandai membaca. apa benar, aku sudah kehilangamu sejak lama? Lambaian tangan menjemputku untuk bergegas, merapihkan ragu yang bertaut pada sudut kepala ini. berserah adalah klise dari kata lain merelakan. Aku kehilangan kendali, hampir terseok terbawa ke tempat paling jauh. Azan subuh berkumandang, mata belum juga terpejam. pancaran sinar merampas mataku, terang dan garang.

I'm not okay, but i'll be just fine without you

Image
  Tepat hari ini, 17 July 2022 waktu yang harusnya kelahiranmu. Kau tidak benar-benar pergi, hanya saja aku yang lupa. Ya, mengenangmu tak pernah ada kata sudah. Kamu pahlawannya, Bro. Betapun berat hari-hari selepas kepergian itu. Aku mengingat dengan begitu bangga. Tempat bersandar dan pendengar nomor satu. Bercerita tentang kemudian hari dengan maksud menaikkan kepala orang dirumah. Aku berjalan sendiri sekarang. Semua terasa begitu cepat. Berapa banyak nasihat yang pernah terlontar untuk menjadi kuat. Menjaga pelukan agar tetap hangat. Ya, aku merelakan hidupku sebagian untuk tetap pada jalannya Dua hari lalu, aku berkunjung ke rumahmu. Kau mungkin mendengarkan ceritaku dan tersenyum. Belum banyak yang berubah, Bapak dengan rokoknya yang tak pernah berhenti. Ibu; yang tetap seperti dahulu mudah marah dan baik kembali. Adik terakhirmu yang kini sudah mulai dewasa dan masuk SMA, dan aku yang mencoba berjuang atas apa yang menjadi pilihanku untuk hidup. Semua begitu cepat, ya. Mungkin

Saru

Image
  "Pada akhirnya kita terbiasa dengan waktu, bahwa mengingat dan melupakan ternyata hanya sebatas luas pikiran." - sebuahego Setelah ini, masing-masing kita akan menjadi seseorang yang bertahan hidup dari kemampuan melupakan. Dari kesiapan serta kejauhan mungkin kita saling berbagi kecemasan, Lalu pada masa selanjutnya kita akan berebut untuk saling menenangkan. Ku rasa aku harus berjalan sangat pelan, karena aku takut terbangun ditengah malam karena terlalu sibuk bertahan. Aku suka berhitung tentang hari-hari kemarin, mengenai kenangan usang yang tak kunjung berdebu. Hingga waktunya tiba, kita akan bertemu, bertukar cerita tentang yang berlalu; bagaimana kita bertahan, bersetia dan berprasangka. Mungkin kau begitu cepat melepaskan, dengan aku yang selalu menunggu kapan hujan akan berhenti. Menepi, disela sudut bunyi yang paling nyaring. Aku berharap dengan adanya kita dikehidupan sebelumnya. Kau selalu mengenang bahwa kita adalah sebuah lagu yang selalu paling lembut ditelin

Keputusan tepat

Image
  Aku memutuskan berhenti, setelah perjalanan yang begitu panjang. ditengah jalan, diatas payung hitam. Aku diam tak bicara, berusaha menahan seluruh darah yang bergetar. Dada yang gemuruh, pikiran yang tidak ada disitu. Kita tidak saling memahami situasi, kepala lebih dulu daripada hati. Aku membaca maksud, kita dipaksa menyudahi kisah yang tanpa penutup. Kau luapkan segalanya, aku diam. Aku berusaha mengerti. Bahwa kamu bukan lagi kamu yang tanpa tujuan. Rupanya kita hanya sama-sama beranjak dewasa. Kau dengan segala inginmu, dan aku dengan ketidaktahuan ini. Maafkan Malam itu saat kau pergi tanpa permisi, memandangi dari bilik kaca buram aku terpaku beberapa detik. Ya, ini adalah kehilangan. Tak ada kata maaf, terima kasih atau apapun darimu. Ya, aku hanyalah lelaki yang tak cukup baik untuk itu. Sepulang darisana, Mataku genang, aku menenangkan diri. Ada yang jatuh diantara kecepatan laju, aku sapu tangis itu sambil tertawa. Bukankah ini adalah akhir dari perjuangan yang sungguh -

Kita; tinggalah kata

Image
  Aku sadar siapa diriku, yang tidak mungkin menggapaimu. Kau terlalu indah untuk jadi kenyataan, - Fiersa Besari Kau yang selalu berusaha meremukkan peluk, aku yang berusaha menjadi dangkal pada setiap pelik. Dengan mendoakanmu ialah cara terbaik berjuang tanpa perlu takut kehilangan. Mungkin perjuangan akan terasa berharga setelah aku pergi. Jarak aman mengagumi ialah mengagumi dalam diam. Untukmu yang penuh tanya, tak perlu serumit denganku. Selamat menjemput yang baru Kau tak perlu tahu, bahwa aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu. Aku salah, menjadikanmu maha penentu rasa. Pada sepertiga malam yang tak biasa, ku mencari tahu sosok yang selama ini hilang dipelataran. Mungkin kita akan dipertemukan pada garis takdir yang sudah ditentukan. Kamu mungkin tak bisa kembali mengawali cerita, tapi kamu pasti bisa memperbaiki akhir cerita.  Sekarang, kau menjadi tamu pada rumahku yang kosong. Ku suguhi segala yang ku punya, minuman, makanan dan segala sandang dan papan. Tapi yang harus k

Perempuan dari sebrang

Image
  Perempuan itu tidak menoleh ke arahku,  Matanya sayu setelah kehujanan cukup lama, dari sebrang ia melambaikan tangannya. Menyapaku, tersenyum lalu berjalan ditengah hujan. Aku turut tersenyum. lalu terdiam, rasanya begitu dalam. Aku menghela napas lalu kembali berjalan setelah hujan cukup reda. Ternyata kita sama-sama tahu cara merelakan. dalam hati bersuara tak ingin beranjak, namun kau memaksa untuk terus melaju.  Perempuan itu berhenti ditengah jalan, terseok sendirian, menuntun setiap helaan napas. Terengah, kebingungannya pun berubah menjadi benci kepada seseorang. Berhasil menyembunyikan lukanya, meski banyak likunya. Hidup bukan soal balapan. Bukan tentang siapa yang mencapai apa lebih dulu. Kadang yang dibutuhkan hanya saling menguatkan. dan dikuatkan.  Akhirnya, kita sama-sama mengerti arti dari kata sudah. bahwa keusaian ialah awal baru dari perjalanan. Proses menuju ketidaktahuan yang sebenar benarnya. Lelaki itu pun terus melanjutkan langkahnya pada ujung yang entah apa.

Ku kira kau akan pulang.

Image
  Ajari aku, untuk menerka setiap luka. Betapa sibuknya aku mencari keberadaanmu. Di setiap sudut kepala, di tiap sudut peristiwa. Aku kehilangan segala, adakah yang lebih menyakitkan dari bangun pagi yang tanpa kamu?  Setelah kehilangan tempat bercerita kesatu, aku kehilangan kamu. Tempat bercerita nomor dua. Tidak, tidak pernah berpikir kau akan pergi. Kebahagiaanku sudah ku letakkan diatas bahagia mu. Atas segala yang pernah terjadi dan berlalu. Aku kira kau akan pulang. Sebagai senyum yang selalu menghangatkan. Sebagai rumah penuh peluk, sebagai cinta yang meyakini Kau tau betapa hancurnya aku? Kurasa kau tidak perlu tahu, Aku sendirian meratapi segala pergi yang tak ramah, menyudutkan ku. Menertawaiku dari jauh, berbicara tentang bagaimana aku akan tumbuh pada diri sendiri. Oh, kurasa kau benar. Aku yang salah Kau ingat aku pernah bercerita bahwa betapa beratnya pundak ini menopang beberapa pundak lainnya? Kau ingat bahwa seluruh tuntutan atas segala usaha yang aku lakukan ialah u

Aku sudah tak ada

Image
  But you're gonna live forever in me Kau tetap ada didalam diriku. Namun, aku juga sudah pergi. Terima kasih segala apapun yang kau beri. Segala abai dan diam, biarkan mimpi dan harap tentang kita hilang ditelan malam. Aku berjanji akan terus menjaga bahagiaku, dan mengharap kau pun. Segala foto dan kenangan telah tersusun rapih dalam lemari yang sewaktu waktu akan ku buka, untuk sekadar mengingat segala yang pernah hilang.  Abadi; hanya untuk semesta. Kita tidak, tidak akan ada yang bisa mengembalikkan kita. Mencintaimu ; ialah derita yang ku rawat sendiri. Kalau suatu hari aku akan jatuh cinta lagi. Bolehkah aku berhenti dihari ini saja? Waktu itu keji, sekarang aku tertawa. Bisa jadi besok aku menangis lagi. Memejamlah, rasakan pelukan-pelukan itu. Anggap aku disebelahmu, bercerita tentang ini itu. Adakah yang lebih baik dari kata-kata? semoga takdir yang ingin menyatukan kita, lebih keras dari isi kepala kita masing-masing. Percayalah, aku hanya ingin menyenangkanmu. Maaf bila

Rasanya Pilu

Image
  Tak ada yang seindah matamu, hanya rembulan Tak ada yang selembut sikapmu, hanya lautan. - Kunto Aji Kita tak lagi saling menyapa, Tak tergantikan. Sejauh apapun lengan melepas, sedekat itu pula aku tetap dekat. Aku memandang hujan, bergemuruh. Mengiringi langkah pergi seseorang. Aku yang begitu fasih memikul rasa sedih dan kecewa.  Aku menyusuri Jakarta sendirian. Berusaha melupakan Jakarta. Mengingat beberapa kejadian demi kejadian yang terjadi di Jakarta. Begitu pandai dalam mengingat. Begitu manis kala itu, tak habis habisnya aku bersyukur telah memiliki mu sebelum nya. Menunggu dan menunggu benarkah ini sungguh. Aku hilang arah. Seperti arloji yang diterpa hujan. Lupa akan jalan pulang. Aku rasa aku pandai menyembunyikan luka. Tertawa dihadapan semua, merasa sepi ketika semua hilang Sebuah lagu menemani sepanjang jalan, tanpa ada siapapun disamping. Tak bersua, diam selamanya. Kesunyian yang bising. Kepalaku penuh dengan semesta. Perpisahan yang kurasa tak cukup baik. Kau pergi

Semestinya, semestanya

Image
  Untuk semestinya,  "Perjalanan ini tak pernah ku lupa, kan berjalan semua semestinya. Yang diambil juga apa yang berharga. kan ku tulis semua semestinya." - El Sebuah emosi, sebuah prediksi, sebuah tragedi, semua tergambarkan pada satu kalimat. Betapa hancurnya, tanpa memaksa dan terpaksa. Kehilangan arah namun dapat menyeimbangi. Menyadari bahwa Ada yang lebih kuat dari dirinya. maha pembolak-balik rasa dan kehendak Sebelum aku benar-benar pergi, boleh aku menanyakan hal yang tak perlu kau jawab? Maukah kau berjanji atas bahagiamu sendiri? Hiraukan segala yang membuatmu sakit. Termasuk aku, aku akan pergi sejauh yang kau mau. Tapi, ketika kau rasa hidupmu lelah dan payah. Cari aku disetiap sudut ruangmu. Aku ada disegala yang kau mau. Kita harus bersapakat atas bahagia kita masing-masing. Bukan kah tidak begitu sulit?  Apakah bahagia yang selama ini kau cari sudah terlihat?  Semoga segera dan akan semakin dekat, aku rasa takaran bahagia tak terhingga. Yang hanya bisa meras

Semoga kau selalu baik

Image
  Kandas, Gugur, diterpa angin Kita berawal dari sebuah ketidaktahuan, tumbuh dengan cara yang berbeda. Menunggangi sepi, mengoyak mimpi. Sebenarnya, kita tak memilih untuk dilahirkan dan tumbuh untuk jatuh. Berawal dari situ, kita memilih untuk saling tumbuh bersama. Berbagi atas rasa sakit dan kecewa. Namun, kau lebih dulu besar. Tumbuh atas dasar kebermanfaatan milik bersama. Aku turut senang, kau tumbuh begitu cepat. Kau melaju secepat peluh, aku turut bahagia. Pesanku; tetap tumbuh dan menyemangati sekelilingmu. Alangkah lebih baik tumbuh bersama, kan? Seringkali kau mengabaikan orang yang mempedulikanmu. Itu bukan hak ku. Kau berhak menentukan tentang apa yang kau lakukan, bertanggung jawab penuh atas semua pilihan. Aku hanya mengingatkan. Berhasil atau tidaknya bukan ditentukan oleh manusia. Semua tertulis oleh peraturan nasib kehendak Tuhan. Apa yang dikehendaki akan terjadi, dan yang tidak dikehendaki akan berakhir.  Seperti kita, kita kehilangan rasa dari sebuah perjalanan. T

Satu dan lain hal

Image
 Atas satu dan lain hal kita memutuskan untuk saling membelakangi. Aku tetap pada titik dimana aku dari awal berada. Segala cemas dan ketakutan ini benar terjadi. Aku rasa ini perlu diterima. Karena aku sadar, aku kurang dari segalanya. Bukankah ini lebih baik? Aku tak lagi membebani segala pikirmu itu. Jika keberadaan ku membuatmu susah tumbuh. Aku pikir aku pantas jika tak berada disebelahmu.  Lihatlah langit itu, aku selalu menitip rinduku disana. Mengangkat tangan menengadah, berharap suatu hari nanti aku mampu menjadi segala inginmu. Walaupun aku bukan untukmu, aku percaya dan yakin aku mampu. Aku sedikit tenang, karena semua isi kepalaku yang penuh bisa ku tuangkan disini satu persatu. Tak berharap ada yang membaca. Setidaknya menenangkan. Aku berharap pada alam semesta ini untuk tetap menjagamu.  Tidak seperti biasanya, aku mampu melupakan ini dalam hitungan hari. Entah karena terlalu dalam, entah karena terlalu lama. Semua berlalu begitu saja, entahlah doa ini selalu terpanjat

Ya, ya aku kalah

Image
Ya, ya aku kalah Pagi ini aku belum juga tertidur. Selain kehilangan yang berharga, aku pun kehilangan pola teratur hidup. Pulangku bukan lagi untukmu, notifikasi handphone juga bukan lagi darimu, kehidupanku pun bukan lagi tentangmu. Kehilangan ini menyadarkanku akan hal yang sering ku lupa dalam hidup yaitu kesendirian, keheningan, kesunyian. Dari segala pergi yang tanpa Terimakasih, aku mempelajari itu. Bahwa manusia datang dan pergi. Aku hanya berusaha menerima aku rasa tidak ada lagi bahagia yang terasa. Kosong, mungkin butuh waktu panjang untuk kembali sembuh. Kamu ingat pertama kali kita bertemu? Kita canggung saling bertanya ini itu yang sebenarnya kita masing-masing ingin tahu. Aku begitu mengejarmu. dari segala kesalahan-kesalahanku di masa lalu kala itu, aku berkata ingin merubah diri. Belajar selalu menyamai persepsi, kau tetaplah kau yang ku kenal. Begitu baiknya. Menerimaku yang penuh kesalahan. Kau ingat saat kita berkendara jauh menuju kota lain? kita melupakan segala

Tak apa-apa, Aku berjalan sendiri

Image
  Saat itu hujan sangat lebat, kita tak kehabisan kata. saling melempar kekalahan. ya, kita kalah pada ego masing-masing. Aku menyerah, kau pun. Biarkan rindu ini menghabisi tubuh. Melepaskan dan mencoba ikhlas pada yang sudah pergi sejak lama. ya tak apa-apa. berbenah pada yang sudah berakhir. perjuangan ini tak akan terhenti. manusia datang dan pergi, kita hanya bisa mempersiapkan diri. Sulit menjadi laki-laki yang belum jadi apa-apa. Tak ada pilihan selain; merelakan Pada segala usaha dan upaya yang sia-sia, aku hanya bisa terdiam meratapi kepergian. Dibawah hujan kala itu, aku berhenti sejenak memperbaiki hati. Menatap lalu lalang banyak insan, begitu banyak jenis manusia. Aku lihat mereka baik-baik saja, begitu baik dalam menyembunyikan luka. Aku hanya tak seberuntung mereka nyatanya, aku hanya takut pada sepi. Seperti berjalan dijalan yang murung, aku terkurung pada perasaanku sendiri. Jika keberadaaanku membuatmu merasa tak baik, biarlah perasaan ini gugur perlahan. dan merawat

Alam Semesta Punya Segalanya;

Image
  Kita berhak bahagia, seringkali patah meruntuhkan segala mimpi. Bukankah kegagalan adalah salah satu proses pencapaian? Kita terbentuk dari segala sakit yang rumit. Seseorang pernah mengabaikan, diamnya menguras akal. tidak pedulikan makanan setiap hari. aku melewatinya sendiri. Ia tak bangga memiliki ku, kurangku begitu banyak. Aku hanya berproses, entah ini proses yang panjang atau singkat. Usahaku untuk mendapatkannya begitu keras. Memeras, hingga aku terkuras.  Aku tidak pernah menyalahkan sebuah jalan. Jalan terbuka ketika hati menyepakati. Kita pernah berjanji tuk saling mewarnai dihati masing-masing, kan?  Atas segala sedu dan sedan, aku menikmatinya. Semoga proses ini segera membentukku. Pada segala apapun yang sudah dikehendaki alam semesta, aku terima dengan segala lapang dada. Menulis menurutku seni berkomunikasi dengan diri sendiri. segala hal yang pernah terjadi; biarlah berlalu. Jika keberadaanku adalah sebuah kesalahan, bolehkah aku pergi dengan perlahan? jika terburu-