Posts

Showing posts from October, 2022

pelik lelaki itu

Image
  kecemasan yang tak kunjung jua bersua, saat retak menjadi kalut. dan perbincangan soal kata sudah, terjadi. pemakaman penuh luka dan bunga kamboja. Akhir dari kisah yang mengingatkan-ku, bahwa waktu terakhir itu kau pun tak mengingat apapun tentangku. semoga kelak terbentang jalan dihadapan, hingga aku bisa menitipkan kenangan pada tiap persimpangan. sampai hilang luka saat berusaha melupakan. sepasang asing yang enggan bergeming. berusaha tuk saling menyembuhkan, luka lalu yang perlu diperban. Tuhan maha baik, akan mempertemukan seseorang yang mampu menerima dengan sejuta peluk. pada lelaki penuh pelik hamparan kenangan, doa-doa yang tidak pernah diaminkan. pahit yang kurasa hanya sendiri, berjuang pada apa yang pada akhirnya pasti akan terjadi. ternyata benar, cinta adalah seni mematahkan hatimu sendiri.  mugkin akhirnya akan begini; aku tak ingin lagi memilikimu hanya karena aku tidak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya. kau serupa puisi yang tak membiarkanku sendiri mungkin esok

Berhenti mencari arti

Sudah, aku rasa sudah. Saat lelahku sudah dipenghujung payah. Kekuatan melemah, aku mengunci diri pada segala yang menyakitkan. Kau kembali patahkan semangat, aku putuskan untuk berhenti dari segala sedu sedan. Biar, pekerjaan menungguku. Kuliah, memanggilku. Kebutuhan, merengkuhku. Segala yang ku rasa percuma. Aku ingin pergi yang sangat jauh, tuk mengistirahatkan tenang  Sial, segera beri aku alasan untuk benar-benar pergi. Apa aku terlalu bodoh untuk terus menerimamu jika kembali. Meminta maaf berulang kali, berlutut dihadapanmu tuk tidak pergi. Saat ku baca pesan seseorang memanggilmu seolah kau miliknya dan aku masih mampu menerima. Entah, luka segimana lagi yang perlu ku maafkan Berjuang sepayah ini, berusaha sekuat itu. Tuk segala senyum yang ku pertaruhkan segala diri. Memang bukan aku yang kamu cari. Kau baik-baik saja selepas kehilangan, aku berantakan. Aku tak mau mendengar kabar apapun darimu. Aku harap kau lekas bahagia, seterusnya Bahagiamu mungkin tak saling memberi kaba

Negeri khayalan

Semua bersorak merayakan kehilangan Seseorang disudut halaman murung Meratapi kekalahan perjalanan Negeri yang diciptakan; dengan tangannya sendiri Perlahan, demi perlahan runtuh  Oleh takdir yang dirasa sangat jauh Rekam-rekaman dikepala mengenai kita Hari yang ku harap berputar ke belakang Obrolan dengan tatapan Dahi yang berkerut saling melempar candaan Kau tau aku tak bisa bercipta udara tuk memenuhi ruang kita Ketika sekumpulan batu ke arahku memenuhi pundak jua Duri yang ku seka pada dalam tulang duka Nyala api pada matamu yang buatku luka Tersesat pada lini yang ku rasa hampa, Kisah yang sekarang hanya ada kata tanpa kita Kau ingat saat aku bercerita bahwa begitu berat beban menimpa Lagi, dan berulang kali Menghantam ku habis, hingga tangis tak mampu lagi ku seka Deras ombak, dan badai kita berbeda Kau punya cemasmu, aku jua Aku lelah memelas, pada kasihmu Biarkan luka mengering sendiri

Seperti hujan yang tanpa henti

 Diselasar, sepanjang pilu Merebah sejuta pelik yang memekik Bergetarnya dingin dari sela tubuh pria itu Meringkuk nanar, mata berbinar Hujan terus mengguyur,  Trotoar penuh marah, sedu sedan penuh kita Matahari enggan menoleh pada kenyataan Riuh bising pria kesepian Ketakutan menjadi kekuatan Tuk merubah takdir; sang maha besar Ketulusan hanya tuk yang mampu menerima kehilangan dan langkah kepergian tak terdengar Hanya samar-samar gemuruh hujan, Silih dan terus berganti turun Pada kota yang kehilangan nama akal terkuras, rindu memelas pria yang tanpa arah,  Hanya butuh waktu untuk tumbuh , pada tiap-tiap diam Pada perjalanan panjang singkat Pada lekuk terjal takdir aku benci membunuh mimpiku sendiri Dalam kepala aku istirahatkan semua kata sementara hilang, tuk kelak dapat kembali tegak