Posts

Showing posts from July, 2022

Kota yang selalu hujan

Image
  Langkah pergi seorang lelaki terdengar dengan gemercik hujan yang hanya turun pada kepalanya. Terlihat lelaki begitu kehujanan, tak ingin melihat kemarau lagi. Berteduh pada ujung takdir bahwa rindu dan kehilangan adalah gambaran kejadian masa silam. Suara kepergian yang sama samarnya. Nyaru dengan deras hujan pada balik mata lebam Lingkar kelopak hitam yang tak bisa disembunyikan, tiap harinya untuk berpikir akan bagaimana kehidupan kedepan. Menata ulang, memastikan takdir yang seringkali mencipta kehampaan kosong, merapihkan gudang pelataran agar kembali tumbuh dengan banyak buah buahan, bermuara pada dermaga tak berujung. Sepi ini hanya untuk lelaki itu Dengan segala tuntutan yang tidak punya kepastian, bahwa berakhirnya hidup akan terjadi kapan? Arah ini sudah semakin tak beraturan. Biarkan aku menjadi diriku yang dulu, yang penuh bebas. Katanya, kita semakin menerka beberapa waktu yang akan terjadi. Semakin rindu pada apa yang sudah hilang, semakin menyiksa.  Lelaki pun meringku

Sunyi nyaring

Image
  Anak burung berbisik cemerlang. Mengudara penaka besok akan hilang. Saling berbalas sautan, ketika kepergian ibu pada sangkar adalah ketakutan paling akut. Pada langit ia terbang, pada laut saling berbincang. Tentang perihal kesan manis yang enggan dilupakan. Berpegangan pada turunnya bintang. Bercerita bahwa lusa dan seterusnya adalah hari hari penuh ketakutan Rindunya ingin terbang terpaksa dimatikan, olehnya padanya burung lain yang memabukkan. Betina enggan kembali menemani berbincang, ketika luka merah lebam tak dibalut apapun. Merah merekah, seolah nyeri sudah menjadi makanan sehari-hari.  Tanpa dan tak ingin ketahuan, ia balut lukanya sendiri. Sayap-sayap yang tak bisa kemanapun, berdiam pada sangkar sepi pahit berdahaga. Kicauan yang tak lagi indah, paruh, mata, hati yang selalu berdetak satu demi detik enggan berputar seolah kehilangan diri Semua berdatangan seperti peduli, hanya untuk mencari tahu ada apa dan bagaimana kelanjutannya. Katanya biarkan ku lepas merpatiku pada

Meluapkan (melupakan)

Image
  Begitu cepat rasamu hilang, pada lorong-lorong sunyi. Pada gelap ruang relung hati. Baik-baik saja. kan? Kesepian ini milikku, nyala lilin pada kembang api sabtu pagi. Semua merayakan kepergian. Kepedihan, nasib buruk pada pedati yang lelah mencari arti. Teng, teng, teng. bunyi penjaga yang terjaga sepertiga malam. Menandakan malam akan kehilangan cahaya. Aku hanyalah sepi kabut pagi yang kehilangan warnanya. Aku bahkan tak menduga kau benar pergi. Tapi sekarang ku meyakini bahwa kepergian yang tanpa permisi lebih menyakitkan. Tuhan, bisakah ku memutar waktu sebentar? Sepayah ini merasa kehilangan. Ku ingin pada waktu kemarin, yang tak mengenal lelah dan patah. Dan tak pernah bertemu kamu.  Nanti pagi, ku harap kau datang menyemangati lagi. Hari ini aku ujian akhir. Dan ku harap kau hadir sebagai jawaban atas pertanyaan yang tak pernah selesai. Sedari awal, kau memaksaku untuk meneruskan ini, aku ingin berhenti. Kau tetap memaksa, katamu tidak apa tak mendapatkan nilai bagus. Yang pe

Berharap kembali— pada kota yang kehilangan makna

Image
  Ku harap kau dapat pulang pada rumahku yang sudah ku rapihkan, kembali mengisi kosong hari-hari dan sunyi nyala TV. Pada apa yang diupayakan kelak, aku kalah telak. Benar, waktu beranjak, jam terus bergerak. Namun, aku tetap pada tempatku awal. Menunggu hadir langit yang datang mengisi bumi. Riuhmu datang berbarengan, tak kala rindu dapat tersampaikan. Sampai kapan kau terdiam? Kalau hujan tak henti hentinya menyiram. Aku emperan teras yang teduh, hujan tak juga membuat basah. Hanya meradang, ketika kota demam. Mencari puing-puing sisa harapan pemilik takdir masa silam. Aku seringkali berteduh pada atap atap nanar, terkena hujan pada ketidaksiapan takdir. Akankah harapan kembali hadir dalam perbaikan cepat dan tanggap?  Kau ingat malam itu aku terdiam? Aku tenggelam pada matamu yang api. Entah, redaku bisa memadamkan nya atau tidak. Saling melupa adalah upaya ku untuk jauh dari luka, tanpa perlu mengapa dan bagaimana. Biar, duka luruh pada masing-masing mata kita.  Kota kedinginan, p

Lelah

Image
Terimakasih ya Tuhan, sudah memberikan sakit. Aku bisa istirahat. Beberapa waktu, untuk kembali lagi pada aku yang lebih kuat. Matahari tenggelam, tak kala aku terbaring menatapinya. Langit sore yang indah, merengkuh malam. Pesona gemerlap bintang menghiasinya dan tersenyum. Aku lupa, aku menitip rinduku pada langit. Semoga lekas sampai, padamu. rinduku baju rombeng, yang pengemis kenakan, lusuh, tanpa arah. Layu, tanpa rengkuh. Tak berwarna. Kelam, seperti nasib pengemis ditengah malam. di ujung langit sangat merah. ia tidak sedang marah, ia hanya menampakkan sisi lainnya. Aku lupa bahagia Aku sadar, bahwa yang bisa menenangkan ya diri sendiri. Yang bisa menyembuhkan pun sama, tak ada. Tak ada, sekalipun seseorang lain menjemputku untuk menggenggam saling membasuh luka. Karena aku sudah sangat payah. Ada sosokku yang hilang, pada semesta yang ku ciptakan. dia kehilangan dan tak tau arah pulang. Mungkin tak akan kembali.  Sakit dan lelah ini yang diciptakan Tuhan, adalah cara lain untu

selesai sudah.

Image
mungkin malam ini yang terakhir, berhenti meminta ruang. berat aku melepas, bagaimana langkah terbaik melanjutkan. aku memang tercipta untuk berantakan. tiap sentuh sederhana yang tak pernah gagal menyembuhkan. kenyataan ini menakutkan. berbahagialah kamu, betapa aku senang melihatmu sebahagia itu. betapa bahagia nya aku saat melihatmu sudah tak lagi denganku. betapa gagalnya aku untuk bisa memberikan senang disetiap waktu. betapa gagalnya aku, menyusun langkah-langkah kecil menapaki kehidupan. semoga bahagiamu tak sekadar itu, tersenyumlah selamanya dan setangguh itu. biarlah lepas emas dari genggaman, asal tidak kau yang hilang dari hati ini. dahulu, pelukmu itu menguatkan. maka demi pelukmu itulah aku berjuang. sekarang dan selamanya, akulah lelaki penuh payah. yang tak sempat membahagiakanmu sampai ku peras peluh, sampai ku dayung kayuh. sampai kaki meronta tak karuan. caramu meninggalkan, sama dengan caranya ibu burung yang meninggalkan sangkar. kehilanganmu adalah doa yang tidak

gamang.

Image
  kekacauan merapat tak sempat mencari senang panas dan terik ku sambangi kicau dan lantang ku dengar mencari libur untuk pergi ke lautan kau lautan, aku seorang nelayan  mencari ikan tak ku temukan sudut dan bebatuan kau sebuah hamparan, samar tanpa terdengar langkah pergi membunuh seorang pemimpi, dayung-dayung kata nelayan yang kehabisan tenaga perahunya terkoyah, mimpinya terombang-ambing ditengah lautan nelayan itu kalah terhempas ombak, badai, pasang namun laut, juga enggan berbicara

Tenggelam

Image
Segala mimpi atas janji menentukan rumah yang akan disinggahi segalanya luruh menguras segala peluh. ketika jalanan tak lagi menerima ramah. Akal sang penentu takdir tak bisa dikuasai. Tangan dan kaki gemetar, menunggu kabar dari para pengirim surat. Adakah kabar baik dipenutup pagi. Tentang rasa yang tak kunjung berhenti, seberapa jauh memilih untuk pergi. Pulang akan selalu sama tidak; rumah ini tak menerima baik, kau membiarkanku pergi disaat lelah sudah ku peras abis. atas dasar tujuan dan sebuah hipotesis. kau biarkan aku mengemis, pada apa yang sudah diakhiri. Kau begitu mahir menyembunyikan kata, aku yang tak pandai membaca. apa benar, aku sudah kehilangamu sejak lama? Lambaian tangan menjemputku untuk bergegas, merapihkan ragu yang bertaut pada sudut kepala ini. berserah adalah klise dari kata lain merelakan. Aku kehilangan kendali, hampir terseok terbawa ke tempat paling jauh. Azan subuh berkumandang, mata belum juga terpejam. pancaran sinar merampas mataku, terang dan garang.

I'm not okay, but i'll be just fine without you

Image
  Tepat hari ini, 17 July 2022 waktu yang harusnya kelahiranmu. Kau tidak benar-benar pergi, hanya saja aku yang lupa. Ya, mengenangmu tak pernah ada kata sudah. Kamu pahlawannya, Bro. Betapun berat hari-hari selepas kepergian itu. Aku mengingat dengan begitu bangga. Tempat bersandar dan pendengar nomor satu. Bercerita tentang kemudian hari dengan maksud menaikkan kepala orang dirumah. Aku berjalan sendiri sekarang. Semua terasa begitu cepat. Berapa banyak nasihat yang pernah terlontar untuk menjadi kuat. Menjaga pelukan agar tetap hangat. Ya, aku merelakan hidupku sebagian untuk tetap pada jalannya Dua hari lalu, aku berkunjung ke rumahmu. Kau mungkin mendengarkan ceritaku dan tersenyum. Belum banyak yang berubah, Bapak dengan rokoknya yang tak pernah berhenti. Ibu; yang tetap seperti dahulu mudah marah dan baik kembali. Adik terakhirmu yang kini sudah mulai dewasa dan masuk SMA, dan aku yang mencoba berjuang atas apa yang menjadi pilihanku untuk hidup. Semua begitu cepat, ya. Mungkin

Saru

Image
  "Pada akhirnya kita terbiasa dengan waktu, bahwa mengingat dan melupakan ternyata hanya sebatas luas pikiran." - sebuahego Setelah ini, masing-masing kita akan menjadi seseorang yang bertahan hidup dari kemampuan melupakan. Dari kesiapan serta kejauhan mungkin kita saling berbagi kecemasan, Lalu pada masa selanjutnya kita akan berebut untuk saling menenangkan. Ku rasa aku harus berjalan sangat pelan, karena aku takut terbangun ditengah malam karena terlalu sibuk bertahan. Aku suka berhitung tentang hari-hari kemarin, mengenai kenangan usang yang tak kunjung berdebu. Hingga waktunya tiba, kita akan bertemu, bertukar cerita tentang yang berlalu; bagaimana kita bertahan, bersetia dan berprasangka. Mungkin kau begitu cepat melepaskan, dengan aku yang selalu menunggu kapan hujan akan berhenti. Menepi, disela sudut bunyi yang paling nyaring. Aku berharap dengan adanya kita dikehidupan sebelumnya. Kau selalu mengenang bahwa kita adalah sebuah lagu yang selalu paling lembut ditelin

Keputusan tepat

Image
  Aku memutuskan berhenti, setelah perjalanan yang begitu panjang. ditengah jalan, diatas payung hitam. Aku diam tak bicara, berusaha menahan seluruh darah yang bergetar. Dada yang gemuruh, pikiran yang tidak ada disitu. Kita tidak saling memahami situasi, kepala lebih dulu daripada hati. Aku membaca maksud, kita dipaksa menyudahi kisah yang tanpa penutup. Kau luapkan segalanya, aku diam. Aku berusaha mengerti. Bahwa kamu bukan lagi kamu yang tanpa tujuan. Rupanya kita hanya sama-sama beranjak dewasa. Kau dengan segala inginmu, dan aku dengan ketidaktahuan ini. Maafkan Malam itu saat kau pergi tanpa permisi, memandangi dari bilik kaca buram aku terpaku beberapa detik. Ya, ini adalah kehilangan. Tak ada kata maaf, terima kasih atau apapun darimu. Ya, aku hanyalah lelaki yang tak cukup baik untuk itu. Sepulang darisana, Mataku genang, aku menenangkan diri. Ada yang jatuh diantara kecepatan laju, aku sapu tangis itu sambil tertawa. Bukankah ini adalah akhir dari perjuangan yang sungguh -