Praduga
menghadap jendela setiap sudut para pekerja, mengukir mimpinya. membawa bekal sejuta harapan, menitipkan salam pada pengendali malam dan siang. kita berjuang pada apa yang sudah ditakdirkan. pada ruang-ruang bergema, pada redup lampu teras rumah. pulang dengan sejuta senyum penunggu rumah. anak, istri dan nasib dipertaruhkan. nyawa demi nyawa, liku demi luka. tak pedulikan waktu bergerak maju
nantinya, sepi akan menggerogoti diri. obrolan pasi, komunikasi yang tak lagi dua arah. berasumsi pada praduga yang menyelimuti diri. mengambil kesimpulan sendiri, kita hanya arah mata angin yang tak lagi searah. bersatu pada jalan yang berlawanan. kau dengan mimpimu, aku dengan mimpiku. aku mampu menyemangati diriku sendiri sejak dulu, pada segala yang coba menjatuhkanku. keberadaanku menyulitkanmu, tidak. aku hanya sedang merangkai mimpi yang ada dikepalaku. menaiki tangga satu demi satu
kita tidak bisa merubah seseorang, kita tidak bisa menuntun seseorang. kita cuma bisa membenarkan langkahnya. kau dengan keras kepalamu, aku dengan segala prediksi untuk menebak isi kepalamu. kembali pada praduga yang tak selalu benar.
umurku kini sudah kesekian, menapaki jenjang yang cukup sulit ditebak. Segala ketakutan akan masa yang akan datang selalu ada dihadapan. cukup membingungkan, akankah kau selalu menemani sampai ujung pemberhentian? ataukah kau akan berhenti sebelum segala mimpi di acuhkan ditengah jalan, aku bahkan sekarang takut akan kepergian, segala pergi pasti menyakitkan. tapi dari segala pergi selalu ada pelajaran.
aku bahkan tak pandai menyenangkan, itu sulit bagiku. biarkan segalanya mengalir, entahlah ketika menulis aku mampu tenang.
Comments
Post a Comment