Putar Ulang
Aku hanya sedang belajar merelakan dan mengikhlaskan,
Pertanyaan tentang seberapa serius menjalani hubungan, seberapa banyak kekuatan tuk mampu hadapi. Aku hanya sedang penuh rentan dan kekhawatiran. Aku tidak menyalahkan, kau yang tak menguatkan. Aku hanya penuh keraguan, ketika aku berpikir bahkan dimasa aku tak mampu capai apapun. Apakah kau akan tetap disampingku? Tuk lewati semua gelap yang aku pun ada disitu
Masa-masa yang tak pernah ku bayangkan. Kau menyalahkan mengenai jawabanku atas pertanyaan yang harusnya kau sudah punya jawabannya. Perihal hari depan, yang kita pun tak bisa menerka. Kau menyalahkan, atas jawaban yang kita nyatanya mampu bertahan. Aku tersadar tidak perlu ada aku. Kau mampu lewati semua godam, tidak perlu ada aku, dalammu gapai semua mimpi itu, tidak perlu ada aku, dalam segala apa yang kamu lakukan. Tidak perlu ada kita, untukmu tetap baik-baik saja. Ya “berjuang pada seseorang yang tetap baik-baik saja ketika kehilanganmu ; adalah kenyataan terpahit”. Kita berdua pun pernah membayangkan betapapun kita harus menghabiskan obrolan yang tak ada hentinya diteras rumah. Menua dengan masing-masing dari kita menjaga kita. Seutuhnya
Apa kau pernah bertanya bagaimana kabarku hari ini? Seberapa sulit yang kau hadapi? Apakah pelukku mampu meredam apa yang kamu takutkan? Apa kau pernah menawarkan? Ataukah bersandarlah dipundakku jika itu mampu melegakan segala cemasmu? Akankah nantinya kita akan hadapi apapun kesulitan berdua? Kau pernah tanyakan itu padaku? Apa kau yakin? Kau tidak pernah menguatkan ku, kau melemahkanku
Aku dibiarkan dengan hujanku sendiri, menepi yang ku rasa percuma. Terpaan angin, terasa seperti angan. Kau tak izinkan ku berteduh, kau tak menyukai hujan. Aku kebasahan, pada halaman rumahmu yang penuh tanaman. Bisa kita habiskan waktu berdua saja tanpa pikirkan besok raya dan bunga-bunga meski di siram? Aku diguyur habis-habisan
Aku hanyalah lelaki yang dipaksa memahami apa yang kamu pikirkan, tanpa ingin memahami betapapun aku perlu bersandar. Pada dada dan sabar seluas apalagi kepalamu mampu merebahkan lelahmu? Aku rasa pada tempat lain yang kau sebut itu rumah. semestanya, semestinya. Semoga pergiku menyadarkanmu, semoga segala sabarku tak mampu kau temui dimanapun, semoga segala usaha yang sia-sia mampu menemukan jalannya, semua lelah yang kecewa, semua yang berlalu. Proses menjadikan ku pada versi terbaik dan setangguh itu
mungkin pada tempat lain, aku mampu diterima
mungkin pada tempai lain, aku menjadi aku
mungkin pada hari lain, aku dihargai
mungkin pada esok hari, aku kembali menemukan
mungkin pada waktu yang tidak dapat ditentukan, aku kembali dicintai
Comments
Post a Comment