Langkah kaki, pelari
entah luka sedalam apa yang harus kembali ku terima,
langkahku mati rasa, tak siap tuk kembali jatuh dan cinta. aku hanya ingin sendiri selamanya, kurasa meraka yang datang hanya tuk sekedar singgah lalu pergi. sekadar menemani hingga kembali tenggelam. semacam pelarian, semacam pelampiasan. biarkan langkah kita saling membelakangi pundak, kita saling menjauh. kau dengan mimpimu. aku dengan kalahku
ku percepat langkahku menuju hilang, agar segala sakit yang memabukkan. terasa hilang dan lenyap. segala kecewa yang mendekat, segera padam. aku ingin lari dari segala sedu sedan. melihatmu tetap baik-baik saja ketika kita hilang, aku merasa ya seharusnya aku pergi sejak lama. meniadakan apa-apa. tidak mengusahakan segala perjumpaan, tidak memperjuangkan seberapa kuat pertahanan, hilang pada tiap akhir pekan.
pada tiap langkah yang basah, luka yang merah. tidak akan ada satu pun bahagia yang tersisa dan terasa. betapapun hadirku hanya pengisi hari kosongmu, penghibur segala dukamu, sebagai terompet tahun barumu. biarkan riuh kembang api nanti, terbang dan meledak yang artinya itu aku. usaha-usaha, juang-juang, hilang. tak terlihat olehmu, hari yang ku pikir nanti suatu saat ke depan paling dinantikan atas riuh tepuk tangan pengunjung. tidak akan, tidak akan
aku dan kamu bagai ombak tinggi laut sore, aku dan kamu bagai udara yang membutuhkan ruang, aku dan kamu bagai langit yang kehilangan birunya. bagai rumah yang tanpa penghuni, bagai bahagia yang sementara. suatu hari yang tanpa permisi, aku dibangunkan oleh nyata yang tak ada. menyadarkan bahwa aku harus segera hilang, tak diterima olehnya lelaki yang sedang membangun mimpinya diatas langkahnya. aku bukan lelaki pilihanmu dan kedua pemilikmu, biar waktu yang menjawab pembuktianku. atas segala pertunjukkan yang sedang diperankan olehku. punggungku sekuat itu jika hanya untuk mampu bertahan sejauh itu
Comments
Post a Comment