Lelaki Pudar


"Tak usah pikirkan aku, aku bisa menjaga diriku."

Lelaki itu diam sedikit lama, matanya berkaca-kaca. Memelas ditinggalkan sepasang mata yang selama ini ia selami. Matanya membinarkan cahaya-cahaya jingga yang menenggelamkan segala cemas. Lalu berlari menghentak-kan kedua kaki beriringan. Lantas, harus bercerita kepada siapa? Nestapa menghampar tampak di depannya. Sepasang lengan yang selama ini menjaga malamnya. Menjelma menjadi bidadari tak bersayap itu sudah memiliki sayap baru. Ia terbang kesana kemari, dan jatuh tak tepat kepada lelaki itu. Punggung yang selama itu mampu menerjemahkan isyarat kepergian, menjadikannya alas dari rebah yang tak selesai.

"Aku akan pergi dengannya, carilah rumahmu yang lain."

Sepuluh detik menuju dua puluh detik ke belakang, ucapanmu itu terlontar deras menghantam dinding hati. Menjadikan telinga bergema begitu keras, hingga otak terhenti sejenak. Lelaki itu tak berkemas, hatinya tertinggal di dirinya. Peluknya menjelma menjadi jaket yang menopang dinginnya malam. Perempuan itu lenyap di telan malam. Lelaki itu dirundung kesedihan, namun tak berbuat banyak. Sebab, untuk apa menahan yang ingin pergi atas dasar kemauan? Jika menahan hanya tambah merusak pikiran. Lelaki itu tidak mencari rumah baru, ia hanya singgah dari rumah kerumah. Mencari yang sebenarnya rumah. Pada itu ia belajar. Bahwa meng-ikhlaskan kepergian, adalah jalan terbaik menuju yang lebih baik.

Pergilah,
rumahmu kini perlu kau singgahi
daun dan ranting itu perlu kau sirami
biarkan aku --- dengan sejuta kesedihan
dan menggunakan sendiri jubah kehampaan

Aku merindukan itu,
sepasang lengan yang menggelayut dipundak
sepasang debar yang sengaja dipertemukan
biarkan aku --- sendiri tak karuan
hilang dan kembali tanpa tujuan

Tinggalkan aku sekarang,
ia sudah menunggumu di balkon rumah
menyanyikan lagu kesayanganmu
menidurkan segala isak tangismu
membuka telinga untuk segala cemasmu
biarkan aku --- melihatmu memakaikan jas itu
dan pergi meninggalkan intuisi

Lelaki itu memudarkan dirinya dari berwarna menjadi putih, dari tersenyum menjadi pasi. Pun; tidak ada seorang pun yang boleh menyakitinya, walaupun itu bapanya. Lekaslah pergi, biar ku makamkan hati ini berkali-kali.

Comments

Popular posts from this blog

Quotes Konspirasi Alam Semesta (Book Review)

Quotes Tapak Jejak Fiersa Besari (Book Review)

Quotes Kami Bukan Sarjana Kertas (Book Review)