Lelaki kesepian


"Pagi ini juga aku akan mati"

"Mengapa demikian?"

"Hidupku kosong, begitu juga kau. Tak usah ikut aku, biar aku pergi sendiri"

Lelaki itu bersikeras menjadikan egonya sebagai Tuhan, bahwa hidup tiada yang kekal. Mati pun sama, ditanah. Apa ada yang mati lalu menguburkan dirinya sendiri di aliran sungai deras yang membawamu menuju muara tak adil. Tidak ada yang tidak berguna, tidak ada yang terendah dan tertinggi. Bahwa manusia dilahirkan sama. Makan nasi, minum air. Tak usah pikir mati. Tak usah pikir hidup sampai kapan. Pun; Tuhan punya caranya sendiri untuk mematikan. Tak usah merasa sendirian, menjadikan kesunyian teman bicara, menjadikan dinding hampa tempat berlindung. Hidup hanya sementara, Lantas untuk apa mendambakan kesenangan yang hanya semata?

Pernah tidak berfikir manusia akan hidup selamanya? Lelaki itu berfikir demikian, apa yang harus dilakukan untuk hidup seribu tahun lamanya? Menebar kebaikan? atau menghardik kebencian?

Loginya terhalang angkuh yang bersuar di tempurung kepalanya yang banal. Lelaki itu ingin mematikan dirinya sendiri. Apa Tuhan akan marah? Tuhan tidak pernah marah. Ia maha pemaaf. Hanya dia saja yang maha salah. Lelaki itu tak henti berucap syukur akan kehidupan. Rautnya nampak senang, bukan karena cinta, bukan karena Tuhan. Namun karena mampu bersyukur. Apa yang telah kau syukuri hari ini? Esok? dan seterusnya? Ku harap selalu seperti itu.

Sebagaimana,
kita pernah menjadi kembang api di hidup seseorang
menjadikan kasih sayang benteng keabadian
lalu aku di hempas keras ke langit
kau senang, kau menang
aku kau tinggalkan

Sebagaimana,
kita pernah menjadi gula di secangkir kopi
kau tenggak dikit sedikit
habis ditelan hangat bibirmu yang merah
aku menciumi segalanya
namun aku hanya gula --- bukan yang kau damba

Sebagaimana,
kita pernah menjadi asap diriuh jalan ibukota
aku dibuang
dilampiaskan
dilenyapkan
dilenyahkan
ditinggalkan
ditinggalkan
selamanya

Sebagaimana,
Tuhan menjadikanku kambing hitam
dihidupkan, dimatikan, ditiadakan
terima kasih, hidup.
aku memaknai setiap harinya

Lelaki itu memaknai setiap hari-harinya, dengan senyum lirih yang bersimpul nelangsa. menjadikan sepasang matanya alat memenjarai setiap detaknya. sepasang lengannya rindu yang tak berpulang. dan langkah kakinya, perjalanan yang tak pernah selesai.




Comments

Popular posts from this blog

Quotes Konspirasi Alam Semesta (Book Review)

Quotes Tapak Jejak Fiersa Besari (Book Review)

Quotes Kami Bukan Sarjana Kertas (Book Review)