Sebuah Sikap




Kita hanya tersisa kata, yang akan binasa dengan waktu.

"Kamu hanya tidak akan pernah tahu, seberapa keras perjuangan seseorang untuk hal yang diusahakannya" Kataku, lalu kau pergi memunggungi.

Meski sering dideru badai dan hujan, aku akan tetap berjalan. dengan atau tanpa kamu. Pada saat itu, saat kau memutuskan untuk pergi. Aku merasa aku hancur. Terbang bersama desis angin. Menuju entah. Lalu aku berpikir cukup lama, untuk benar-benar merelakan. Aku tidak pernah berpikir kau memiliki seseorang baru. Karena aku percaya. Aku hanya butuh ditenangkan. Kau pun sama.

Mungkin akan lebih baik jika aku bertahan pada waktu. Melihatmu lebih bahagia lagi. Mencapai semua mimpimu. Aku akan terus mendoakan dari sini. Semoga kau tidak sedang bersedih, karena sangat amat jelek jika menangis. Aku menguatkanmu dari sini. Kau hanya sedang mengkhawatirkan masa depan. Tenang, tidak perlu khawatir. Aku meyakinkanmu dari sini. Kau hanya perlu membuktikan. Turunkan sedikit egomu untuk mencapai sesuatu. Tetap bergerak saja. Tuhan sudah mengatur alur yang baik untukmu.

Untuk kembali mencintai, aku hanya perlu memantaskan diri. Ku kira kau akan rela bersama disetiap sedu sedanku. Langkahku kini tak berjalan seirama. Aku ingin hilang selamanya. Ditelan bumi. Sebab, tidak di inginkan siapapun adalah suatu ketidakadilan. Saat kau pergi, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Selain diriku sendiri. Aku hanya perlu mencintai diriku sendiri. Lalu, aku memutuskan untuk pergi ke tempat yang sangat jauh dengan teman-temanku. Berusaha melupakan kamu, melupakan rumah yang tak lagi mencintaiku. Sampai aku tak sadar, aku telah membuang waktu.

Aku merasa menjadi lelaki tidak beruntung saat itu, menjual barang sebagai ongkos berangkat dan pulang. Seberat itu menjadi laki-laki dewasa. Menanggung segala pikul yang memukul setiap saat. Berada dibandung beberapa hari, tetap membuat pikiranku semakin kacau. Aku tetap tidak bisa membohongi hati. Aku terlalu mencintaimu.

Aku menulis ini sangat pagi, mendengar lagu yang sama berulang-ulang. Aku ingin tak dibanguni siapapun. Sebab, rumahku kini bak kosan yang hanya diurus diriku. Ah, biarkan saja orang berkata bahwa mataku sudah sangat hitam karena tidur terlalu pagi setiap hari. Karena setiap kali ingin memejamkan mata, pikiranku seperti berkeliaran ke mimpi-mimpi seseorang. Dan benar, saat aku merindukanmu. Aku bermimpi, saat itu kita berjalan seakan melupakan dunia. Berpegang erat diatas motor. Aku lupa detailnya. Tapi aku ingat, malam itu hapeku terjatuh kemudian hilang. Lalu kita berdua menduga-duga pelakunya. Semacam detektif hahahaha.

Kita akhirnya menuduh tukang sayur yang ada disebrang jalan. Begitu tidak masuk akal, kita berpura-pura menjadi pembeli pertamanya malam itu. Selanjutnya menanyakan keberadaan hapeku. Hahahahha kita salah menuduh. Tertawa sampai lupa waktu. Lalu kembali pulang. Aku senang bersamamu.

Aku tidak siap untuk kembali memulai, berkenalan kembali dengan suasana yang berbeda. Aku hanya menginginkanmu. Andai waktu dapat kembali, aku ingin bersamamu lebih lama dari selamanya. Aku tidak begitu pandai melupakan. Setiap melihat jalan yang pernah kita lewati, aku selalu tersenyum. Begitu indahnya masa itu. Kau pantas untuk lebih bahagia.



Comments

Popular posts from this blog

Quotes Konspirasi Alam Semesta (Book Review)

Quotes Tapak Jejak Fiersa Besari (Book Review)

Quotes Kami Bukan Sarjana Kertas (Book Review)