Pada, Aksara Bintang




Pada malam yang tertambat oleh keusangan mimpi, dan seberapa kuat bertahan dimasa suram. Ku tuliskan sebait frasa yang tak pernah dibumbui apapun. Mengenai kesepian yang sangat sepi, seperti menutup kedua mata. Mengenang kehilangan, merayakan kepergian. Rumah yang tak lagi ramah. hanya tersisa luka-luka, memerah lebam. nyeri yang tak berbekas. Ingin tak dilihat siapapun lagi. Pergi sejauh-jauhnya pergi. Tak ditemukan.

Bintang yang kehilangan cahaya, semangat hanyalah kata-kata bualan. Benci dengan diri sendiri, merelakan kepergian yang percuma. Aku; hanyalah aksara tua milik penyair kelas dua. Aku; hanyalah sebuah malam gelap. Aku; hanyalah terserah yang pasrah. Aku; hanyalah pusaran kebimbangan. Biarkan, aku mati dengan semati-matinya. Tidak diterangi oleh apapun.

Kini, aku bukan lagi aku.
Aku berkemas untuk segera bergegas, merapihkan segala kenangan yang dihamburkan.

Kini, aku bukanlah aku.
Sebuah roda yang tak lagi bergerak, berhenti. sampai disembuhkan waktu.

Kini, aku hanyalah kata.
Pulam buah yang segera jatuh diantara rerumputan gersang yang tak disirami.

Saat itu, aku adalah aku.
Mesin penggerak kehidupan, hitam putih dunia yang berhasil dilewati.

Aku tidak punya apa-apa, segeralah pergi kerumah yang membuatmu merasa cukup.

Rumah-rumah tinggi, Roda-roda yang bergerak bebas, Gedung tak berujung. Tanaman yang dipenuhi buah. Halaman luas serta kata-kata manis melebihi pujangga lama.

Aku, akan menanggung hujan yang dijatuhkan mata. Sampai, pilu memeras habis.

Aku akan merayakan kehilangan sendiri saja.


Comments

Popular posts from this blog

Quotes Konspirasi Alam Semesta (Book Review)

Quotes Tapak Jejak Fiersa Besari (Book Review)

Quotes Kami Bukan Sarjana Kertas (Book Review)