Sebuah-pesan-untuk-semesta


Aku merasa jiwaku hidup diantara langit gelap, mendung, dan hujan. Burung camar dari luar jendela menelan sebagian nyala awan. Sedang, ranting pohon tak layu menanti datangnya petang. Sebagian udara terhirup menusuk hingga tergetar seluruh badan. Aku hembuskan setelahnya. Semesta berhasil merentangkan sebagian ingatan. Aku tuliskan sajak-sajak ku yang telah usang. di kertas hambar tanpa rasa

Semesta mulai ingkar janji, pada yang katanya mampu menyejukan. Menenangkan. Aku tak perlu ini itu, apapun itu. Sebagian dari diriku sudah hilang di lenyapkan oleh yang katanya tuhan. Sunyiku perlu di rebahkan di pelantaran langit langit yang sebentar lagi turun hujan. Basahi aku, sampai aku terjatuh sampai ke arah paling tanjung bumi. Sampai suatu hari, kau akan tersadar tentang bagaimana caranya merayakan jatuh.

Sebuah cerita yang mungkin akan di dengar tuhan, tentang masa dimana aku harus membagi sebagian pikiran untuk menerjemahkannya bersama waktu. Tunggu aku menjadi segala ingin yang kau mau. Mungkin tidak sekarang atau lusa. Semangatku tidak ada batasnya. Ia berkeliling di antara kalian semua. Berjalan-jalan, melihat-lihat. Yang menang bukan yang bisa sampai di titik teratas. Namun, mampu mengendalikan diri sendiri. dan mampu bicara dengan diri sendiri. Hingga diri itu berjalan sendiri.

Bukankah kehilangan tak perlu di sesali?

Kehilangan mengajarkan kita pada keadaan, menuntun kita pada ketiadaan. Rasa pun sama, tidak berasa juga disebut rasa Kau tak perlu merasakan untuk menjadi perasa, jadi tak perlu bawa perasaan. Cukup lihat dengan persepsi yang berbeda untuk membedakannya. Maafkan. saya sok tahu.

Bahagia selalu, semesta.

Comments

Popular posts from this blog

Quotes Konspirasi Alam Semesta (Book Review)

Quotes Tapak Jejak Fiersa Besari (Book Review)

Quotes Kami Bukan Sarjana Kertas (Book Review)