Sisi Matahari Tumbuh
Sesuatu lain tumbuh pada dirinya...
Aku perlahan melepas genggaman, memikirkan apa yang terjadi tadi malam. Kau menghempas begitu jauh, hingga aku pun terjatuh, pada titik dimana aku tak bisa terbangun. Tapak kaki ku letakan begitu saja, di sudut gelap yang terlelap. Ada dirimu yang tertinggal di diriku. Kau belum tersadar, ada sesuatu yang lebih dari rasa sakit. Lebih dari rasa dan frasa. Kau tidak perlu peduli, tetaplah pada dirimu. Sampai kau mengerti, bahwa waktu berjalan maju. Aku pun jua, akan pergi tanpa kau minta.
Matahari terbit dari sisi hatinya...
Bak lagu, nampaknya kau bosan mendengarkan aku. Aku yang sering kau putar berulang kali, dan kau nyanyikan setiap hari. Tanpa perlu elegi dan instrumen, kau menghentikan sebuah nada minor yang hambar. Aku terhenti, pada nada sumbang yang tak sinkron. dan kau lupa meletak-kan aku ditempat semula, berhenti tepat pada nada tinggi yang kurasa tidak sehati. Kemudian, kau menyanyikan lagu lainnya dan meninggalkan aku pada nada yang sulit di mengerti. Terima kasih.
Suatu hari itu,
Aku terus pada apa yang aku tuju, tidak memikirkan apa itu rindu dan tidak mengerti arti pulang. Meninggalkan langkah demi langkah yang kurasa mulai menjauh dari apa yang aku tuju, dan tetap tidak mengerti arti kepulangan. Aku lupa kalau masih ada sepasang malaikat yang akan mendekap-ku erat tanpa perlu memutarku. Aku tidak pernah sendiri, persepsi yang membuatku merasa sendiri. Siapa bilang kalau dunia tidak akan menerimaku. Sampai kau tersenyum dan merasa jika manusia hanya perlu berproses.
|malam itu, dingin|
|aku kau dekap, hebat|
|angin menembus sebagian nyala badan|
|kau mendekap lebih erat|
|aku kedinginan|
|kau berikan jubah kesedihan|
|lalu aku ditinggalkan|
|terbakar api yang berapi-api|
Comments
Post a Comment