Kami Bukan Monyet, Kami Indonesia
Sang pembawa berita menyibukan diri dengan berbagai kutipan tentang Keadilan, Masyarakat digital menyebarkan membabi buta tanpa mengkaji informasi dan berorasi pasi menuntut hak asasi. Nasionalis namun pasif, Aktif namun kontrakdiktif. Kata tajam bak senjata menjadikan mulutnya hewan tak beroda. Monyet, Babi, Anjing, Selangkangan terlontar dengan sengaja. Membuat kericuhan yang berimbas pada persatuan. Pakaian rapih berseragam mematahkan semangat kesatuan.
Sampai kapan perihal Agama, Ras, dan keyakinan di korbankan?
Sampai merah putih dibubarkan?
Apa salahnya hidup berdampingan dan beriringan, Kembalikan kedamaian, kembalikan rasa aman. Kekuasaan menjadikan dirinya kesetanan. Berteriak lantang tentang kemerdekaan sebagai janji sehidup semati. Berikrar menjaga Republik atas nama bangsa. Kita ini indonesia, satu nusa, satu bahasa. Berhenti berkelahi, mulai memperbaiki. Mendidik tanpa perlu menghardik, membina tanpa perlu menghina, menuntun tanpa perlu menuntut. Perbedaan bukan untuk dijauhi, perbedaan bukan untuk dibedakan, perbedaan bukan untuk kita yang sepadan, perbedaan bukan berarti tidak disama ratakan. Perbedaan untuk disatukan atas nama kemanusiaan.
Tidak perlu ada lagi kekerasan, Membedakan hak seseorang diatas tanah yang sama. Kita ini membangun, bukan menghancurkan. Semua manusia diciptakan untuk berpikir. Berbagi senyuman dan kebahagiaan. Bukan adu mulut dan kekuatan. Keadilan bagi seluruh rakyat indonesia harus dijadikan pedoman bagi para penguasa. Masyarakat Indonesia dengan beragam warna kulit dan Agama, beragam suku dan budaya. Harus mendapatkan haknya dalam bergerak. Merdeka atas nama merah putih. Memajukan Indonesia bersama.
Indonesia sedang dalam tahap berpikir, memanusiakan manusia, menghewankan hewan. mengasihi segala yang hidup. Sudah berkurang dan akan terus semakin berkurang. Sebab, pemikiran tentang kebenaran masih menjadi ego yang paling tinggi. Saling menghargai sudah menjadi hal yang percuma. Tentang bagaimana besok harus makan, masih menjadi pemikiran dasar untuk berbagi. Semua hal tidak harus berkaitan dengan kedudukan dan matematika. Untuk tetap maju, hanya perlu berpegangan tangan. Memikirkan apa yang disekitar butuhkan. Dan apa yang harus dibagikan. Bukan hanya tentang diri sendiri. Tetapi tentang, kesatuan.
Toleransi keberagaman sudah hampir mati. Diskriminasi seolah hidup kembali. Empati dan simpati surut karena pola pikir rumit. Perusak dan perencana selalu datang membawa masalah yang sama. Minoritas, Mayoritas melaju saling bertabrakan. Tidak pedulikan solidaritas. Perbedaan bukan hal yang salah. Sebab, keberagaman berasal dari Sang Pencipta.
Jangan anak tirikan kami, setelah kekayaan alam yang melimpah. Setelah sandang, pangan, papan yang kami sediakan sudah mau engkau habiskan? Lalu kau rusak persatuan atas perbedaan? Apakah karena warna kulit kami tidak sama dengan kalian? Lantas kau menyebut kami hewan? Lalu engkau apa? Tidak adakah rasa syukur atas segala nikmat yang Tuhan berikan? Jawab kami, Perlawanan tentang keadilan akan kami suarakan dengan lantang. Kemerdekaan untuk kami, kemajuan untuk kami. Salam untuk Indonesia, salam untuk Persatuan Indonesia.
Comments
Post a Comment