Tuhan Tidak Pernah Iseng
Mari kita
berbincang kembali, ditemani kopi dan pasti kamu lagi. Aku ingin merasakan
bibirmu sayang; mari kita hisap kopi bergantian saling sesap hingga sesak. Ada
rasa hambar dikopi itu, jika belum tercelup senyumanmu. Ada rasa sedih dikopi
itu, jika kau memilih meninggalkan bukan menunggalkan aku; dihatimu.
Bisakah kita
ulang kembali?
Memintamu
kembali dengan mengemis-ngemis. Seperti pemulung atau pemurung? Mengais-ngais
yang sudah bukan milik kita lagi. Mengulang semuanya? Mungkin bisa saja, tapi
aku tak mau. Mencintai tak mungkin dua kali, tak bisa berkali-kali. Jatuh cinta
adalah terburuk. Bisa membuat orang terpuruk. Lalu ambruk, ketika yang dicintai
tak sebaliknya. Hati yang selalu bilang “Aku bisa tanpa dia” namun
kenyataannya? Malah sebaliknya. Kau malah jatuh sebenar-benarnya terjatuh.
Kemudian, tak bisa kembali berdiri. Kau iri, pada orang yang memilih mengakhiri.
Tapi ia mampu kembali berdiri. Cinta memang terkadang seperti itu.
Pada
akhirnya?
Pada
akhirnya, cerita yang kita buat dahulu. Hanyalah perihal putus asa. Rasa
berubah menjadi biasa. Kemudian, aku akan menjadi terbiasa;tanpamu. Merawat
lebam sendiri, rindu tumbuh lagi dan lagi mendaur ulang nyeri sendiri. Tak bisa
dipungkiri, pasti akan ada rindu yang datang menghampiri. Seperti perih. Yang
tak bisa terobati. Hanya kamu yang bisa menyembuhkan. Kembali datang atau
menunggu petang datang? Entahlah itu perihal kamu.
Jangan datang, jika akhirnya kembali hilang.
Comments
Post a Comment