Burung tanpa sayap
Pada hari ini semesta menjauhiku dan sepunuhnya diriku. Memaksa sayap-sayapku tetap ada bersamaku. Pikiranku terhenti sejenak, saat kata banal terucap dari lenganku yang berdarah. Lalu kamu memutuskan untuk balik arah. Terbang bersama kicau kacau burung camar yang lebih besar. Aku; burung gereja yang butuh diajarkan bagaimana caranya untuk terbang lebih tinggi. Mencapai tinggi-tinggi tak terhingga. menembus cakrawala bersama.
Adakah yang lebih menyakitkan dari ditinggalkan tanpa tahu arah pulang?
Aku berusaha terus memikirkan diriku sendiri. Menyembuhkan luka lebam sendirian. Meniadakan rindu yang kekal di kepala. Melewati lalu lintas kebisingan yang dahulu kita tak pernah tahu kapan harus pulang. Meninggalkan isi kepala hanya untuk tetap terbang bersama. Kita pernah berjanji untuk saling mewarnai pelangi di hati masing-masing. Aku mewarnainya dengan berjuta warna, kau mewarnaiku dengan berjuta gelap.
Aku sudahi saja sampai disini, hari ini tidak ada lagi puisi. Hari ini, tidak ada lagi kata-kata. dan Hari ini, tidak ada lagi pelangi. Hari ini, aku rasa perasaanku mati.
Comments
Post a Comment