Perempuan di Ujung Peron
Lambaian tangan wanita itu mengakhiri perjumpaan kita, Aku tersenyum merayakan kehilangan. Membakar kepulan kembang api warna-warni bersorak sepi. Meriah, Aku berusaha menghentikan arah jam. memandanginya dari jauh, melepaskan wanita dari sepasang lengan yang bersebrangan. Menggengam erat tanganku sendiri. Lalu ia tersenyum, menyembunyikan raut wajahnya. Aku meringkuk sendiri, mendengar suara besi bertalu-talu beradu. Bertanda bahwa kereta jarak jauh sudah semakin dekat, aku terus menanti. Kini wajahnya semakin lesu, aku menguatkan. Aku dikuatkan. Aku hilang arah, jejak langkah yang aku gariskan. Perlahan terhapus oleh beragam sedu sedan. Aku berteriak kencang
"Jaga dirimu baik-baik." Lalu kau meng-iyakan.
Jantung dada berdegub sangat cepat serupa ketukan lagu sumbang. Pengeras suara stasiun menggema, ada yang ingin berbicara. Kepala stasiun memberi tanda bahwa akan segera datang kereta api yang menemani perjalananmu. Dadaku semakin bergetar, aku memeluk diriku sendiri. Merelakan kepergian untuk yang kesekian kali, Kau melaju masuk ke dalam kereta, dibalik kaca buram berembun. Terhitung hari ini, aku kehilangan kamu.
Ada sesuatu yang sampai saat ini kamu tidak ketahui, Aku sedang berproses menjadi aku yang sesungguhnya. Sungguh. Berjarak namun terus bergerak. Berkelana untuk menjadi berguna. Bermanfaat agar tidak tersesat. Senang agar tetap menenangkan. Teduh untuk tetap meneduh. Berbagi kebaikan, berbagi impian. Menabungkan sedikit penghasilan, mencatat semua kegiatan. Bersedih seperlunya. Aku senang memperjuangkan untuk tetap hidup lebih lama dari selamanya denganmu. Sangat klise, tidak, Cukup sampai ujung usia.
Ku seka air mataku. Berbalik arah meninggalkan semua realita. Mempersiapkan agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aku pacu sepeda motorku tidak karuan, urakan. Menghantam semua nyeri, meniadakan semua sunyi. Melagukan semua nada, memahami bahwa semua sudah tidak ada. Aku seperti kehilangan setengah dariku, Menanggung kepalaku untuk menanggung beberapa kepala lain.
Lingkar hitam diwajahku semakin menghitam, kerutan-kerutan di dahiku semakin terpapar. Pola tidur yang tidak teratur serta pikiran-pikiran berat menimpaku setiap hari. Aku di didik menjadi lelaki seutuhnya. Yang tidak menangis saat terjatuh, luka bisa dihapus dengan obat merah. Aku memulai catatan kecilku lagi, untuk tetap meninggalkan kata-kata setelah mati.
Semua kehilangan,
Semua perpisahan,
Semua perpisahan,
Semua pelepasan,
Semua pelampiasan,
Sudah aku simpan rapih di hati rapuh
Sudah aku tinggalkan jauh tanpa mengeluh
Sudah aku biarkan hidup tanpa meredup
Aku biarkan kehilangan, kamu.
Aku tidak ingin kehilangan kata-kata
Comments
Post a Comment