Di batas senda gurau


Aku sepi yang kau nyalakan, menari diatas pangkuan sang mentari. Aku terbakar nyala api, kau bertanya kenapa aku bertahan. Aku bertanya kenapa kau bertanya. Sebelum aku mati, sudikah kau membuka ulang semua pernyataan, tentang dirimu yang telah tinggal dibatas samar jenuh yang tertahan. Biarkan cakrawala memberikan sekat untuk kita, agar aku mampu berusaha lebih jauh. Dalam sepi yang kurasa sudah mulai gaduh, aku disudutkan dengan sesuatu yang membuatku terjatuh. pada titik dimana aku baru mulai berjalan. Suatu hari, saat senyum-mu bukan lagi untukku, aku harap kau mengerti. Bahwa aku tak selamanya jauh. Aku masih tepat disebalahmu. Menyamar menjadi aroma tubuhmu. Hingga kekal.

Lelaki itu ialah aku, yang tak rela melihatmu terluka. Buatkan aku secangkir duka, dan sepotong hening senja. Sepagi ini aku terbangun dengan hati yang tinggal separuh. Heningnya mengusik getir rindu, mendesah menghujat waktu. Hilangkah semua rasa? Pudarkah semua asa?

Lelaki dan kesunyiannya, memeluk malam. Terikat kelam mimpi-mimpi. Mengejar terang embun pagi. Aku tak pernah merasa lebih baik, Aku juga tak pernah merasa sangat buruk. Aku tak suka sepi, aku tak suka sunyi. Sudikah kau menemani untuk kesekian kali? Maukah kau mendampingi sampai lebih seribu kali? Sampai di ujung usiaku.

//pada malam itu,//
//aku gelisah, aku merontah//
//pada batas senja dan senda gurau//
//cumbui derita dalam doa//
//menelan realita penuh pukau//

//aku tak pernah ingin sunyi//
//biarkan mimpiku bermain api//
//membakar dirinya sendiri//
//dan biarkan nelangsa hidup//
//sepenuh-penuhnya, selama-lamanya//

Comments

Popular posts from this blog

Quotes Konspirasi Alam Semesta (Book Review)

Quotes Tapak Jejak Fiersa Besari (Book Review)

Quotes Kami Bukan Sarjana Kertas (Book Review)